Entri Populer

Minggu, 10 April 2011

Cinta sampai mati

Pejuang muda ini terus saja mondar-mandir di depan rumah pujaannya yang akan terus dia puja dari kini hingga nanti. Dia ingin mengucapkan salam perpisahan kepada sang kekasih sebelum bertolak kemedan perang.
“ Nadia, aku sudah menuggu mu sejak tadi sayang. Aku.. aku akan pergi sebentar.” Ucap pemuda ini langsung pada tujuannya.
“ perang ? kau selalu meniggalkan ku lagi Damar..?” nadia berusaha menghalangi kepergiannya.
“demi kita.. demi bangsa kita sayang..” Damar meraih tangan Nadia untuk digenggam. Tangis Nadia pecah saat itu juga,
“aku takut kau …”
“ aku akan kembali.. aku berjanji !” Damar memotong kalimat Nadia dengan tangkas.
Nadia hanya mengangguk tanda setuju, walau hatinya berkata tidak rela.
Damar berbalik badan meniggalkan Nadia yang bercucuran air mata. Damar pun hampir menitikan airmatanya, namun dengan sekuat tenaga ditahannya bendungan kesedihan itu dengan senyum palsu. Kini punggung Damar sudah tak terlihat lagi dari sorotan Nadia. Sesegukan mewarnai perjalanan Nadia menuju kamarnya untuk menenangkan diri. Dipandangi nya surat-surat dari Damar yang berisikan puisi cinta. Senyum dan airmata tertoreh secara bersamaan dari wajah Nadia saat membaca kembali surat-surat tersebut.
“… napas mu cahaya hidupku. Karna itu.. lebih baik aku hidup tanpa cahaya daripada hidup tanpa kehidupanmu…” itulah potongan rayuan dari surat Damar yang paling Nadia suka. Namun hanya tulisan tangan damar yang dapat Nadia lihat saat ini.

Nadia terus menanti janji Damar. Yaitu kepulangannya. Di saat yang sama, perintah ayahnya terus menekan batinnya. Yaitu menikahi seorang saudagar muda dan kaya bernama Tora. Setiap hari dengan gigihnya Tora terus mengunjungi Nadia sembari membawa berbagai buah tangan bersamanya. Nadia jijik melihatnya. Nadia beranggapan bahwa hadia-hadiah itu hanya untuk menyogok dirinya agar mau menikahi Tora. Penolakan demi penolakan terus melancar dari mulut Nadia. Tapi lama kelamaan Nadia luluh. Dan seolah olah melupakan Damar, Nadia menikahi Tora. Bukan hanya karna kegigihan Tora, namun luluhnya pendirian Nadia juga karna Damar yang sudah bertahun-tahun meninggalkannya tanpa kabar.
2 tahun sudah Tora dan Nadia bahagia dan saat ini telah diberi karunia seorang anak laki-laki tampan bernama Todi. Singkatan dari Tora dan Nadia. Ditahun kedua pernikahan mereka ini, Todi yang
telah berumur 1 tahun dan hampir bisa memanggil Tora dengan sebutan ayah. Kehidupan keluarga kecil ini tampak bahagia.

terlihat dari kejauhan seorang laki-laki berkumis tebal berjalan dengan menggotong sebuah ransel besar di pundaknya. Senyum bahagia terlihat dibalik kumis tebalnya. Wajahnya begitu terang karna tertepa terik matahari. Nadia yang sedang bermain dengan Todi diluar rumah benar-benar aneh melihat tingkah orang tersebut yang seolah-olah tersenyum kepadanya.
“selamat siang cahayaku !” orang itu benar-benar berdiri tepat dihadapan Nadia saat ini. Nadia mengenali suara itu. Nadia begitu merindukan suara itu,
“kk-k-kka-mu ?” Nadia terbata-bata. Seolah tak percaya dengan sosok dihadapan matanya.
“sudah ku katakana bukan ? aku akan kembali demi meraih cahaya ku.. mari kita masuk dan pertemukan aku dengan ayahmu, aku ingin segera mempersunting mu.”
“tunngu Damarr” tangan Nadia yang masih gemetar menahan langkah Damar yang hendak memasuki rumahnya.

“akuu…”
“kenapa sayang ? kau takut ?” Damar mengelus lembut rambut Nadia,
“akuu.. AKU SUDAH BERSUAMI!” dan akhirnya terucap juga kata-kata itu. Senyum Damar menghilang. Kakinya terlihat gemetar. Dan saat ini sepertinya Damar mulai mengetahui arti dari kalimat ‘petir disiang bolong’. Pandangan Damar kosong. Bahkan mungkin pikirannya pun tak terisi apa-apa saat ini.
“ku ulangi.. aku sudah bersuami Damar, pulanglah..”
“tidak ! ini bohong..”
“ini benar Damar !”
“tapi.. kau cahayaku na..”
“CAHAYAMU SUDAH REDUP !” kalimat itu menusuk hatinya. Jiwanya berusaha menolak kalimat itu, tapi otaknya telah mencernanya hingga ia mengerti. Nadia bukan miliknya lagi.. Nadia tak mampu menuggunya lagi. Dan kini, Damar tak memiliki cahayanya lagi.
“ begitukah ? kalau begitu selamat..” hati Damar begitu teriris perih. Hidupnya seolah-olah porak poranda tanpa tujuan lagi. Jalannya hidupnya tak terlihat lagi karna kini cahayanya telah pergi. Benar-benar pergi.
“ mungkin ini karma, Nadia” kata Damar, “dulu aku yang terus meniggalkanmu dalam penantian, tapi kini malah kau yang meniggalkan ku dan memberi ku kesengsaraan. “
Nadia membuang muka seolah seolah tak mendengar perkataan Damar.
“maaf.. tapi kini tak ada lagi kata kita di antara kau dan aku..”
Senyum pahit menandakan bahwa Damar akan angkat kaki dari kediaman Nadia.

Namun tanpa sepengetahuan Nadia, Damar menyewa sepetak rumah kecil yang berada di depan rumah Nadia. Cinta nya pada Nadia yang begitu besar membuatnya tak mampu jauh lagi dari Nadia. Walaupun dia harus melihat pemandangan menyakitkan, yaitu kemesraan dan keharmonisan keluarga kecil Nadia setiap kali Damar mengintip kearah rumah Nadia.

Todi, anak Nadia kini sudah berada dibangku kuliah dan selama itu pula Damar berada dalam kesengsaraan dan kesendiriannya. Memang telah banyak wanita yang mengharap cinta Damar. Tapi mereka semua ditolak oleh Damar karna menurutnya, cahaya hidupnya hanya satu, yaitu Nadia ismet anggraini.

3 tahun setelah Todi menerima gelar sarjana hukum dan bekerja di sebuah disebuah kejaksaan, Todi menikah dan mendapat seorang bayi perempuan yang cantik. Walaupun sudah bekerja, Todi tetap tinggal dirumah kedua orang tuanya karna mereka tidak ingin berpisah dengan anak semata wayangnya ini. Keceriaan mewarnai keluarga ini. Keluarga yang hari-harinya dipenuhi dengan kebahagiaan dan kasih sayang. Kebahagiaan mereka adalah derita bagi Damar. Walau Nadia dan keluarga telah mengetahui keberadaan Damar diseberang rumah besar mereka, mereka seolah tak memperdulikan hal itu. Mereka benar-benar acuh terhadap Damar yang notabennya adalah mantan kekasih dari Nadia.

di suatu sore yang cerah, Damar duduk di bangku taman sembari memberi makan merpati yang selama ini menghiburnya dalam kejenuhannya menanti ajal. Ya, diumurnya yang sudah tua ini hanya kematian yang bisa dia nanti. Kegiatannya memberi makan merpati terhenti sementara karna kericuhan dari depan mini market dekat taman. Damar enggan berlari kesana, hingga ia menghentikan langkah seorang remaja untuk menanyakan apa yang sedang terjadi. Remaja tersebut menyatakan bahwa sebuah spanduk besar terjatuh dan menimpa seorang nenek dan cucu kecilnya. Anak kecil itu selamat sedangkan sang nenek meniggal ditempat.

Damar tak begitu peduli dengan kejadian itu dan tetap duduk di taman hingga malam. Damar pulang dengan langkahnya yang sudah tak tegap lagi. Dari kejauhan, tampak keramaian dari rumah Nadia. Beberapa orang yang baru saja pulang dari sana sebagian besar pulang dengan wajah berduka. Ada apa ini? Dengan sedikit mengendap-endap Damar dapat menemukan jawaban dari keheranannya. Bendera kuning terpajang jelas didepan pagar. Dari dalam rumah, Damar dapat melihat sebagian besar badan seseorang yang terbungkus kain kafan dan berada di tengah-tengah tetangga yang sedang membacakan doa.
“maaf nyonya, bisakah saya tahu siapa yang sedang terbaring disana ?” Damar bertanya dengan sopan kepada seorang tamu paruh baya.
“dia.. hm, dia ny. Tora..” jawab wanita tersebut.
Hah? Tora meninggal ? kegirangan memenuhi hatinya.
“Tora meninggal ?” Tanya Damaar lagi dengan kesenangan yang disembunyikan.
“bukan tuan.. bukan.. saya bilang ny. Tora.. istri dari tuan Tora. Kalau tidak salah namanya nyonya Nadia, Nadia Ismet Anggraini.”
Damar terpaku. Rasanya baru kemarin Nadia menampakan senyum bahagianya, dan sekarang dia terbaring kaku ditengah lautan doa.
“ hm, maaf mengganggu mu nyonya, terimakasih.” Damar berlalu meninggalkan rumah duka diiringi dengan senyum tipis dari wanita itu.

Berhari-hari sejak kepergian Nadia, Damar tak pernah keluar rumah. Hingga sebuah ketukan pintu lemah mengejutkannya.
Damar membuka pintu dengan wajah sayu. Dia masih tidak bisa menerima kepergian Nadia.
“assalamualaikum ?” seorang lelaki tua namun tak kalah tegap dengannya berdiri dihadapannya. Tora.
“waalaikumssalam..” jawaban Damar tersampaikan dengan nada heran.
“bisa saya masuk ?”
“aaa. Maaf, silakan.”
Mereka berdua duduk di ruangan tengah rumah Damar dengan dua cangkir teh hangat di antara mereka.
Tanpa disadari mereka berbincang tentang Nadia. Kedua lelaki yang mencintai Nadia ini begitu terhanyut dalam pembicaraan mereka. Mungkin karna lelah bercerita, Tora hampir tetidur di tempatnya duduk.
“ah, saudaraku.. kalau kau ingin tidur, tidurlah di kamarku.” Damar menyarankan dengan sopan. Damar tau, pasti sangat sulit bagi Tora untuk pulang kerumah duka yang kini hanya tinggal menyisakan derita kesedihan dan kenangan tentang Nadia. Tora terlelap seketika. Damar berdiri dihadapan Tora tanpa sepengetahuan Tora sendiri. Damar memandangi wajah Tora dengan iba. Tiba-tiba bayangan Nadia melintasi nalurinya.
“ Tora, ku mohon. Walaupun aku tak bisa memiliki Nadia, biarkanlah aku mencicipi sisanya.” Damar berkata dengan sangat pelan lalu mencium Tora sembari membayangkan wajah Nadia.


THE END


Rabu, 06 April 2011

Mencintai Apa Yang Telah Dimiliki

disuatu ketika, kamu memiliki sebuah bintang. bintang itu menyayangimu begitupun kamu. setiap malam, bintangmu itu selalu turun dari tempatnya dilangit agar kamu dapat merasakan kehadirnnya dan memberimu cahayanya.namun di suatu malam yang gelap, bintangmu tak datang menghampiri. kamu terjebak dalam kegalauan menantikan kehadiran bintang yang selama ini terus memberimu cahaya tanpa henti. malam semakin mencekam namun penantianmu tetap dilanjutkan. dan akhirnya kesabaranmu dalam penantian  sudah tak ada lagi. di saat itulah tiba-tiba bulan datang membebaskan mu dari kegalauan dengan cahayanya yang jauh lebih terang dari bintang. cahayanya membuatmu lupa segala hal tentang bintang. melupakan cahaya yang selalu bintang beri kepadamu. malam berikutnya pun begitu, kehadiran bintang digantikan oleh bulan. cahaya bulan yang memang menderang benar-benar menyilaukanmu, menyilaukan hatimu. dimalam setelah itu, kamu melihat sucerca cahaya mendekatimu. kamu berpikir bahwa asal dari cahaya itu adalah bulan. akan tetapi perkiraanmu meleset. ternyata malah bintanglah yang nampak dihadapanmu dengan cahaya yang agak redup.expresi kecewa, kesal dan marah terpampang di wajahmu saat ini.
" pergi !! biarkan aku bahagia dengan bulan dan cahayanya !!" kamu membentak kepada bintang yang kehilangan senyumnya setelah bentakanmu menusuk hatinya. 
"maaf..", namun malah kata itulah yang terucap dari bintang dengan senyum yang sangat dipaksakan. dengan langkah berat bintang menjauhimu. kamu membuang muka darinya seolah-olah tak peduli dengan kepergiannya.
bintangpun menghilang dari pandanganmu. benar-benar lenyap dari sorotan matamu. kamu akhirnya memutuskan untuk menanti bulan di tempat yang sama. lama kamu menunggu namun bulan tak nampak. malam berikutnya kamu menantinya kembali dan lagi-lagi tak terlihat bias cahaya bulan. terus seperti itu hingga empat malam berturut-turut. dan diamal terakhir penantianmu atas bulan, kamu akhirnya menyadari beberapa hal.
bintang datang dengan cahaya yang redup. hal itu di karenakan dia sulit menemui keberadaanmu di dalam kemendungan awan, namun bintang terus mencarimu hingga membuat sinarnya meredup.
cahaya bulan tak berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari matahari. dan tentu saja ketidak hadirannya saat ini karena sekarang dia kembali ke sisi matahari.
dan mengapa kamu mau meniggalkan bintang yang sudah sekian lama menemanimu hanya untuk bulan yang tidak memberikan cahaya dari dirinya sendiri ?


jadi, cintailah apa yang saat ini telah kau miliki dan jangan meninggalkannya hanya karna sesuatu yang belum tentu akan kau miliki.